Jumat, 05 November 2010

Konflik organisasi dalam pengambilan keputusan.

Dalam pengambilan keputusan,harus banyak dipertimbangkan seluruh aspeknya. Setiap pengambilan keputusan pasti memiliki aspek tujuan dan dampak dari keputusan. Walau sebuah keputusan itu diambil oleh pimpinan tertinggi dalam sebuah organisasi,tidak ada salahnya jika seluruh anggota organisasi turut andil dalam memberi usulan untuk mencapai tujuan yang baik.

Tentunya isi kepala manusia itu berbeda-beda,maka itu tidak semua pengambilan keputusan disetujui oleh banyak anggota. Dalam pengambilan keputusan hasil rembukan atau musyawarah lah yang saya rasa yang terbaik. Mungkin sangat beda jika dalam perusahaan,dimana sebuah keputusan itu diambil langsung oleh suatu pimpinan perusahaan. Tentunya pemimpin perusahan harus memikirkan semua dampak atau kelanjutan dari keputusan yang ia pilih. Mungkin dalam keputusan itu tak semua bawahan menyetujui.

Tinggal bagaiman kita menjalani semuanya mengenai keputusan yang telah diambil,jangan sampai salah langkah,atau salah menerima keputusan tersebut
Konflik organisasi dalam kepemimpinan.

Peranan manajer dalam suatu organisasi itu sangatlah penting karena keberadaan manajer yaitu menjadi palang pintu atau menjadi salah satu ujung tombak dari keberhasilan dalam berorganisasi. Salah satu tugas atau peran majaner yaitu harus bisa mengelola konflik dalam organisasi yang dipimpinnya sehingga setiap konflik itu bisa diselesaikan dengan baik dan tidak ada yang merasa dirugikan. Manajer adalah Manajer adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi. Posisi manajer menjadi sangat krusial bila Direktur atau Deputy dan diharapkan mempunyai peranan dalam meningkatkan serta menjaga keseimbangan dalam organisasi. Bak panglima perang di era global yang sarat kompetisi, seorang manajer mengemban tugas menjamin ketersediaan, keakuratan, ketepatan, dan keamanan informasi serta pengaturan organisasi yang baik serta yang dibutuhkan oleh organisasi untuk mencapai tujuan organisasi sekaligus meningkatkan eksistensi organisasi di tengah-tengah lingkungannya. Keberhasilan menjalankan tugas ini mensyaratkan manajer mempunyai kemampuan multidisiplin, antara lain: teknologi, bisnis, dan manajemen, serta kepemimpinan.
Berbagai kemampuan tersebut memang harus dimiliki oleh seorang manajer. Apalagi, tantangan sebagai manajer tidaklah ringan. Pertama, implemetansi organisasi memerlukan proses transformasi baik proses perkembangan suatu organisasi. Di sini informasi adalah hasil pengolahan data yang relevansinya sangat tergantung kepada waktu. Kedua, kesiapan SDM untuk dapat memanfaatkan peluang yang memerlukan pengembangan kompetensi baru dan disiplin. Ketiga, pengelolaan perubahan (change management) baik yang sifatnya sistemik maupun ad hoc. Selain itu manajer harus mencari solusi menyusul dampak dari perubahan.
Empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yakni : (1) Kecerdasan, artinya pemimpin harus memiliki kecerdasan lebih dari pengikutnya, tetapi tidak terlalu banyak melebihi kecerdasan pengikutnya. (2) Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, artinya seorang pemimpin harus memiliki emosi yang stabil dan mempunyai keinginan untuk menghargai dan dihargai orang lain. (3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi, sehingga pemimpin akan selalu energik dan menjadi teladan dalam memimpin pengikutnya. (4) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, dalam arti bahwa pemimpin harus menghargai dan memperhatikan keadaan pengikutnya, sehingga dapat menjaga kesatuan dan keutuhan pengikutnya. Selain itu seorang manajer harus mampu mengelola konflik yang terjadi dalam suatu organisasi dan dapat mencari win-win solution sehingga kerjasama tim bisa berjalan dengan baik,
Pemimpin harus memiliki tiga kemampuan khusus yakni :
• Kemampuan analitis (analytical skills), yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.
• Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills), yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap siatuasi.
• Kemampuan berkomunikasi (communication skills), yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang Anda terapkan.
Ketiga kemampuan diatas sangat dibutuhkan bagi seorang manajer, sebab seorang manajer harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996 : 314-315). Peran pertama meliputi meliputi peran figurehead (sebagai simbol dari organisasi), leader (berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan mengembangkannya), dan liaison (menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan organisasi). Sedangkan peran kedua terdiri dari tiga peran juga yakni monitor (memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan, atau berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan), disseminator (menyampaikan infiormasi, nilai-nilai baru dan fakta kepada bawahan) serta spokesman (juru bicara atau memberikan informasi kepada orang-orang diluar organisasinya). Adapun peran ketiga terdiri dari empat peran yaitu entrepreneur (mendesain perubahan dan pengembangan dalam organisasi), disturbance handler (mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam keadaan menururn), resources allocator (mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu dengan melakukan penjadualan, memprogram tugas-tugas bawahan, dan mengesahkan setiap keputusan), serta negotiator (melakukan perundingan dan tawar menawar).
Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan (1996 : 156) mengemukakan tiga macam peran pemimpin yang disebutnya dengan “3A”, yakni alighting (menyalakan semangat pekerja dengan tujuan individunya), aligning (menggabungkan tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap orang menuju kearah yang sama), serta allowing (memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara mereka bekerja). Manager:Seseorang yang bekerjadengan dan melaluiorang lain,mengkoordinir aktifitaskerja mereka untukmencapai suatu tujuanorganisasi.
KONFLIK DALAM ORGANISASI

Organisasi sebagai suatu sistem terdiri dari komponen-komponen (subsistem) yang saling berkaitan atau saling tergantung (interdependence) satu sama lain dan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu (Kast dan Rosenzweigh, 1974). Sub-subsistem yang saling tergantung itu adalah tujuan dan nilai-nilai (goals and values subsystem), teknikal (technical subsystem), manajerial (managerial subsystem), psikososial (psychosocial subsystem), dan subsistem struktur (structural subsystem).

Dalam proses interaksi antara suatu subsistem dengan subsistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi. Banyak faktor yang melatar - belakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain: sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang “buruk”, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi ke dalam suasana konflik. Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi.

Namun, sabagaimana dikatakan oleh Gibson, et al. (1997:437), selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain. Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut. Konflik tersebut mungkin tidak membawa “kamatian” bagi organisasi, tetapi pasti dapat menurunkan kinerja organisasi yang bersangkutan, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.

Definisi konflik
Konflik adalah pergesekan atau friksi yang terekspresikan di antara dua pihak
atau lebih, di mana masing-masing mempersepsi adanya interferensi dari pihak
lain, yang dianggap menghalangi jalan untuk mencapai sasaran. Konflik hanya
terjadi bila semua pihak yang terlibat, mencium adanya ketidaksepakatan
Para pakar ilmu perilaku organisasi, memang banyak yang memberikan definisi
tentang konflik. Robbins, salah seorang dari mereka merumuskan Konflik
sebagai : "sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh
seseorang untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam
berbagai bentuk hambatan (blocking) yang menjadikan orang lain tersebut
merasa frustasi dalam usahanya mancapai tujuan yang diinginkan atau
merealisasi minatnya". Dengan demikian yang dimaksud dengan Konflik adalah
proses pertikaian yang terjadi sedangkan peristiwa yang berupa gejolak dan
sejenisnya adalah salah satu manifestasinya.
Dua orang pakar penulis dari Amerika Serikat yaitu, Cathy A Constantino, dan
Chistina Sickles Merchant mengatakan dengan kata-kata yang lebih sederhana,
bahwa konflik pada dasarnya adalah: "sebuah proses mengekspresikan
ketidapuasan, ketidaksetujuan, atau harapan-harapan yang tidak terealisasi".
Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya
adalah sebuah proses. Konflik dapat diartikan sebagai ketidaksetujuan antara
dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi
yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka
secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama dan atau
karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda.
Anggota-anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan tersebut
biasanya mencoba menjelaskan duduk persoalannya dari pandangan mereka
Lebih jauh Robbins menulis bahwa sebuah konflik harus dianggap sebagai "ada"
oleh fihak-fihak yang terlibat dalam konflik. Dengan demikian apakah konflik itu
ada atau tidak ada, adalah masalah "persepsi" dan bila tidak ada seorangpun
yang menyadari bahwa ada konflik, maka dapat dianggap bahwa konflik tersebut
memang tidak ada.
Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada sebagai sebuah persepsi
ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada situasi-situasi yang
sebenarnya dapat dianggap sebagai "bernuansa konflik" ternyata tidak dianggap
sebagai konflik karena nggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai
konflik. Selanjutnya, setiap kita membahas konflik dalam organisasi kita, konflik
selalu diasosiasikan dengan antara lain, "oposisi" (lawan), "kelangkaan", dan
"blokade".
Diasumsikan pula bahwa ada dua fihak atau lebih yang tujuan atau
kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui pula bahwa
sumberdaya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam kehidupan dan
dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang, setiap kelompok atau setiap
unit dalam organisasi akan berusaha memperoleh semberdaya tersebut
secukupnya dan kelangkaan tersebut akan mendorong perilaku yang bersifat
menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang sama. Fihak-fihak
tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu sama lain. Bila ini
terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada dalam kondisi "konflik".

MACAM-MACAM KONFLIK.
1. Dari segi fihak yang terlibat dalam konflik
1) Konflik individu dengan individu
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan individu
pimpinan dari berbagai tingkatan. Individu pimpinan dengan individu
karyawan maupun antara inbdividu karyawan dengan individu karyawan
lainnya.
2) Konflik individu dengan kelompok
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan kelompok
ataupun antara individu karyawan dengan kempok pimpinan.
3) Konflik kelompok dengan kelompok
Ini bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan kelompok karyawan,
kelompok pimpinan dengan kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai
tingkatan maupun antara kelompok karyawan dengan kelompok karyawan
yang lain.
SUMBER KONFLIK
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya konflik dalam suatu organisasi
antara lain adalah :
1) Berbagai sumber daya yang langka
Karena sumber daya yang dimiliki organisasi terbatas / langka maka perlu
dialokasikan. Dalam alokasi sumber daya tersebut suatu kelompok mungkin
menerima kurang dari kelompok yang lain. Hal ini dapat menjadi sumber
konflik.
2) Perbedaan dalam tujuan
Dalam suatu organisasi biasanya terdiri dari atas berbagai macam bagian
yang bisa mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Perbedaan tujuan dari
berbagai bagian ini kalau kurang adanya koordinasi dapat menimbulkan
adanya konflik. Sebagai contoh : bagian penjualan mungkin ingin
meningkatkan valume penjualan dengan memberikan persyaratanpersyaratan
pembelian yang lunak, seperti kredit dengan bunga rendah,
jangka waktu yang lebih lama, seleksi calon pembeli yang tidak terlalu ketat
dan sebagainya. Upaya yang dilakukan oleh bagian penjualan semacam ini
mungkin akan mengakibatkan peningkatan jumlah piutang dalam tingkat
yang cukup tinggi. Apabila hal ini dipandang dari sudut keuangan, mungkin
tidak dikehendaki karena akan memerlukan tambahan dana yang cukup
besar.
2) Saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan
Organisasi merupakan gabungan dari berbagai bagian yang saling
berinteraksi. Akibatnya kegiatan satu pihak mungkin dapat merugikan pihak
lain. Dan ini merupakan sumber konflik pula. Sebagai contoh : bagian
akademik telah membuat jadwal ujian beserta pengawanya, setapi bagian
tata usaha terlambat menyampaikan surat pemberitahuan kepada para
pengawas dan penguji sehingga mengakibatkan terganggunya pelaksanaan
ujian.
3) Perbedaan dalam nilai atau persepsI
Perbedaan dalam tujuan biasanya dibarengi dengan perbedaan dalam sikap,
nilai dan persepsi yang bisa mengarah ke timbulnya konflik. Sebagai contoh :
seorang pimpinan muda mungkin merasa tidak senang sewaktu diberi tugastugas
rutin karena dianggap kurang menantang kreativitasnya untuk
berkembang, sementara pimpinan yang lebih senior merasa bahwa tugastugas
rutin tersebut merupakan bagian dari pelatihan.
4) Sebab-sebab lain
Selain sebab-sebab di atas, sebab-sebab lain yang mungkin dapat
menimbulkan konflik dalam organisasi misalnya gaya seseorang dalam
bekerja, ketidakjelasan organisasi dan masalah-masalah komunikasi.